Jauh sebelum ilmu pengetahuan berkembang seperti sekarang ini, manusia telah mempraktekan "ilmu kimia", meskipun pada dasarnya masih terbatas pada cara-cara pengolahan benda(materi) yang diawali dari kegiatan coba-coba dan dilakukan dalam rangka mempertahankan hidup. sebagai contoh, sekita 3500 tahun sebelum masehi bangsa Mesir kuno telah mengetahui cara mengawetkan mayat, cara membuat anggur, cara membuat keramik, cara mengolah tembaga, serta cara meramu obat-obatan dan zat pewarna. akan tetapi pada saat itu belum ada penjelasan logis yang berkaitan dengan hakekat materi dan cara-cara yang mereka lakukan.
Seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia dan didukung oleh pemikiran-pemikiran para ahli filsafat, akhirnya kajian tentang hakekat materi dan fenomena-fenomena alam pada umumnya mengalami perkembangan yang pesat.
Sekitar abad ke-4 sebelum masehi, para ahli filsafat Yunani kuno seperti Demokritus, Aristoteles, dan Plato mulai memikirkan hakekat materi. Demokritus berpendapat bahwa materi tersusun atas partikel-partikel kecil yang tidak dapat dibelah lagi, dan dinamakan denga "atom". sedangkan Aristoteles berpendapat, bahwa materi terdiri atas empat jenis unsur, yaitu unsur tanah, unsur air, unsur udara, unsur api. pada dasarnya pendapat yang dikemukakan oleh Demokrkitus dan Aristoteles atau para ahli filsafat lainnya tentang hakekat materi tersebut tidak didasari oleh hasil eksperimen, akan tetapi baru sebatas pemikiran yang berdasarkan logika atau dugaan semata.
Di sekitar abad pertengahan masehi, kajian tentang materi mulai menemui titik terang, pasalnya seorang ilmuwan Arab yang bernama Jabir Ibnu Hayan (700-778) berhasil menemukan “Alkimia”, (alkimia mempunyai arti perubahan materi). Alkimia inilah yang akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya ilmu kimia, sehingga Jabir Ibnu Hayan dianggap sebagai “Bapak Kimia Klasik”.
Alkimia menjadi pusat perhatian ilmuwan-ilmuwan Eropa, seperti Joseph Black, Henry Cavendish, Joseph Priestley, dan George Ernst Stahl. Para ilmuwan tersebut kemudian melakukan penelitian-penelitian dan menghasilkan penemuan-penemuan baru di bidang kimia yang sifatnya maish terpisah dari diri sendiri. Pada abad ke-18 ilmuwan Perancis yang bernama Antonie Laurent Lavoisier (1743-1794) berhasil menggabungkan semua penemuan baru di bidang kimia yang terpisah dan berdiri sendiri tersebut menjadi suatu kesatuan, yaitu dengan membuat kerangka dasar kimia yang berdasarkan hasil-hasil penelitian para ilmuwan sebelumnya. Atas jasanya tersebut, Lavoisier dianggap telah memberikan sumbangan terbesar terhadap pengembangan ilmu kimia modern, sehingga Lavoisier dijulki “Bapak Kimia Modern”.
Sebelum Lavoisier berhasil membuat kerangka dasar kimia, maka para ilmuwan saat itu mempercayai teori flogiston yang didasarkan pada percobaan Joseph Priestley (reaksi pemanasan oksidasi raksa). Reaksi pemanasan padatan oksida raksa yang dilakukan oleh Priestley tersebut menghasilkan air raksa dan gas tidak berwarna di atasnya. Setelah ditimbang, massa raksa lebih kecil daripada massa oksida raksa sebelum pemanasan. Priestley menyebutkan gas tak berwarna tersebut dengan sebutan flogiston. Akan tetapi Lavoisier tidak mempercayai adanya gas flogiston. Menurut Lavoisier yang dimaksud dengan flogiston itu adalah gas oksigen. Untuk membuktikan dugaan tersebut, maka Lavoisier mengulang percobaan Priestley dengan menimbang massa oksida raksa sebelum reaksi dan setelah reaksi pemanasan secara teliti menggunakan timbangan yang sensitif. Seprti halnya Priestley, Lavoisier juga menemukan adanya pengurangan massa oksida raksa setelah pemanasan. Menurut Lavoisier ketika dipanaskan, oksida raksa menghasilkan gas oksigen sehingga massanya akan berkurang. Lavoisier juga membuktikan kebalikannya. Jika sebuah logam dipanaskan di udara, massanya akan bertambah sesuai dengan jumlah oksigen yang diambil dari udara. Kesimpulan Lavoisier ini dikenal dengan nama Hukum Kekekalan Massa. Hukum kekekalan massa Lavoisier tersebut berbunyi “massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama”.
Lavoisier menuliskan gagasan-gagasan dan pendapat-pendapatnya dalam sebuah buku yang berjudul traite Elementaire de Chime (pokok-pokok Dasar Ilmu Kimia), dan dipublikasikan pada tahun 1789. Buku tersebut juga memuat pendapat Lavoisier mengenai unsur kimia. Menurut Lavoisier unsur kimia adalah zat yang tidak padat diuraikan lagi menjadi zat yang lebih sederhana. Berdasarkan hal tersebut, Lalvoisier membuat daftar 33 zat yang termasuk unsur.
Sejak Lavoisier menemukan hukum kekekalan massa tersebut, maka gugurlah teori flogiston yang telah dipercaya oleh para ilmuwan selama ratusan tahun, dan pada perkembangan selanjutnya ilmu kimia mengalami perkembangan yang sangat pesat, dan akhirnya menjelma menjadi sebuah ilmu pengetahuan alam (natural science) yang secara khusus berisi kajian tentang perubahan materi dan energi yang terlibat dalam perubahan materi.
0 saran:
Posting Komentar