Kamis, 22 Desember 2011

PENENTUAN TITIK BEKU

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1          Latar Belakang
Perubahan fase zat cair ke padat disebut membeku. Hal ini banyak terjadi dilingkungan sekitar kita, terutama di negara yang memiliki musim dingin. Setiap zat mengalami pembekuan dengan waktu yang berbeda-beda, sebab titik beku yang dimiliki oleh masing-masing zat berbeda. Semakin tinggi titik bekunya maka zat tersebut akan cepat mengalami pembekuan.
Negara yang bermusim dingin mengalami proses pembekuan yang berlangsung cepat sekali, mulai dari air yang berada di alam bebs maupun air dalam radiator kendaraan bermotor, karena hal itu sangat merugikan maka untuk menanggulangi hal tersebut dilakukan penurunan titik beku. Penurunan titik dengan cara menambahkan suatu zat anti beku kedalam radiator. Penurunan titik beku terjadi karena terjadi kenaikan tekanan cairan dalam radiator, sehingga cairan membeku dalam suhu yang lebih rendah dari pelarutnya. Penurunan titik beku larutan encer sebanding dengan konsentrasi massanya. Oleh karena itu, untuk mengetahui cara menentukan tetapan titik beku dan menentukan berat molekul zat non volatil dilakukan percobaan “Penurunan Titik Beku Larutan” ini.

1.2          Rumusan Masalah
1)            Bagaimana cara menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut ?
2)            Bagaimana cara menentukan BM zat non volatil ?

BAB 2 Tinjauan Pustaka


2.1          MSDS
2.1.1      Air

Nama IUPAC adalah Dihidrogen monoksida, Oksida. Nama Lain dari air adalah Hidroksilik acid, Hidrogen Hidroxida. Rumus Molekulnya H2O. Massa molar 18,01528 g/mol. Berupa cairan tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau pada keadaan standar, memiliki massa jenis 0,998 g/cm3 (cairan pada 200C), 0,92 g/cm3 (padatan). Titik lelehnya 0 °C, 32 °F (273.15 K) dan memiliki titik didih 100 °C, 212 °F (373.15 K). Kalor jenis air adalah 4184 J/(kg•K) (cairan pada 20 °C). Viskositas : 0.001 cP pada 20 °C. Bentuk molekulnya hexagonal (Anonim,2011).

2.1.2      Asam Asetat

Asam asetat, CH 3 COOH adalah asam organik yang memberikan cuka rasa asam dan aroma yang tajam dan merupakan asam lemah , dalam hal ini hanya sebagian dipisahkan asam dalam larutan. Nama lainnya : Asetil hidroksida, Ethylic acid, Hidrogen asetat, Methanecarboxylic acid.
Sifat fisik : Rumus molekul C2H4O2, massa molar 60,05 g mol -1, penampilannya cair , density kepadatan 1,049 g / cm 3 ( l ) 1,266 g / cm 3 ( s ), titik lebur : 16,5 ° C, 290 K, 62 ° F, titik didih :118,1 ° C, 391 K, 245 ° F, larut dalam air, memiliki keasaman : 4.76 dan viscosity : 1,22 mpas.
Asam asetat pekat adalah korosif, karena itu harus ditangani dengan perawatan yang tepat, dapat menyebabkan luka bakar kulit, kerusakan mata permanen, dan iritasi pada selaput lendir. Asam ini tidak kompatibel, disarankan untuk menjaga asam asetat dari asam kromat , glikol etilen , asam nitrat , perklorat asam , permanganates , peroksida dan hidroksil (Anonim, 2011).

2.1.3      Garam
Natrium klorida, juga dikenal sebagai garam, garam dapur yang merupakan senyawa ionik dengan rumus NaCl. Garam yang biasa dimakan itu biasanya digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan. Adapun sifat fisika dan kimia dari Natrium Klorida adalah sebagai berikut: berbentuk kristal, tidak berwarna, higroskopis, sedikit larut dalam alkohol dan larut dalam air dan gliserol, memiliki berat molekul 58,44 g/mol, berbentuk padatan putih dengan struktur bongkahan kristal, titik lelehnya 801oC, titik didihnya 1,413oC (Anonim, 2011).

2.1.4      Naftalen

Naftalen juga dikenal sebagai nafthalin, tar kapur, tar putih, albokarbon, atau nafthene. Sifat fisik naftalen : rumus kimia C10H8, massa molar 128.17 g/mol, density 1.14 gcm-3, tidak dapat larut dalam air, alkohol, larut dalam eter dan benzen, titik cair 80.5 °C, titik didih 128,17 gmol-1, Berwarna putih kristal dan memiliki bau yang kuat.
Naftalen mudah menguap dan mudah terbakar. Naftalen merupakan hidrokarbon padat berwarna putih, yang diperoleh dari penyulingan fraksional batu bara. Sebagian besar naftalen yang diproduksi digunakan sebagai bahan baku pembuatan resin alkil untuk pembuatan plastik. Sebagian kecil untuk zat warna dan bahan kimia lain. Penggunaan langsung adalah sebagai pengusir ngengat (Anonim,2011).

2.2          Penentuan titik beku larutan
Titik beku larutan ialah temperatur pada saat larutan setimbang dengan pelarur padatnya. Larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah dari pelarutnya. Pada setiap saat tekanan uap larutan selalu lebih rendah dari pada pelarut murni (Soekardjo,1989).
∆ Tf = Kf . m
dimana,
∆Tf = penurunan titik beku
Kf = tetapan penurunan titik beku molal atau tetapan krioskopik
m = kemolalan
Dapat disimpulkan bahwa :
1.            Pada tekanan tetap, penurunan titik beku suatu larutan encer berbanding lurus dengan konsentrasi massa.
2.            Larutan encer semua zat terlarut yang tidak mengion, dalam pelarut yang sama, dengan konsentrasi molal yang sama, mempunyai titik beku yang sama, pada tekanan yang sama (Achmad,1996).
Penurunan rumus, diperoleh bahwa penurunan titik beku juga sebanding dengan konsentrasi zat terlarut (molalitas). Diperoleh persamaan sebagai berikut:
∆Tf         = m
Pada kenyataannya, persamaan ini tidak hanya berlaku untuk larutan yang mengandung zat terlarut non volatil, tetapi juga berlaku untuk larutan yang mengandung zat terlarut volatile (Bird,1993).
Jika kedalam suatu zat pelarut dimasukkan zat lain yang tidak mudah menguap (non volatil), maka tenaga bebas pelarut tersebut akan turun. Penurunan tenaga bebas ini mengikuti persamaan Nernst.
Gº1 – Gº = RT ln x …………………….. (1)
Gº1 – Gº = Penurunan tenaga bebas pelarut
Dimana : R = Tetapan gas murni umum
T = suhu mutlak
x = Fraksi mol pelarut dalam larutan
Penurunan tenaga bebas ini akan menurunkan hasrat zat pelarut untuk berubah menjadi fase uapnya, sehingga tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih rendah bila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni. Pengaruh penurunan tekanan uap terhadap titik beku larutan mudah difahami dengan bantuan diagram fasa berikut:

Dalam diagram di atas terlihat bahwa titik beku larutan Tf lebih rendah dibandingkan dengan titik beku pelarut murni Tfº. Dari uraian diatas jelas bahwa penurunan titik beku larutan
ΔTf = Tfº – Tf …………………………….(2)
Besarnya tergantung pada fraksi mol pelarut. Karena fraksi mol zat terlarut X1 : menurut persamaan X = 1- X1 maka ΔTf dapat dinyatakan sebagai X1 berikut:
ΔTf = (R(T0f )2/ΔHf) X1 …………………..(3)
Dimana ΔHf adalah panas pencairan pelarut. Jika m ml zat terlarut ke dalam1000 gram zat terlarut, maka di dapat larutan dengan molarutas m. sehingga larutan tersebut mempunyai fraksi mol zat terlarut sebesar
X1 = m / (1000/M)+ m) ……………………..(4)
Dimana adalah berat molekul zat pelarut. Untuk larutan encer m mendekati 0 (nol), maka
X1 = mM/1000, sehingga penurunan titik beku larutan dapat di tulis :
ΔTf = (R(T0f )2 Mm)/1000ΔHf ………………… (5)
Bila di substitusikan :
Kf = (R(T0f )2 M)/1000ΔHf …………………….(6)
Dari X1 = mM/1000 di atas didapat
m = 1000X1 / M
Sedangkan X1= m1 / (m1 + m) = (W1 / M1) / {(W1 / M1 + W/M)}
W1 = berat zat terlarut
M1 = BM zat terlarut
W = berat pelarut
Oleh karena larutan encer, maka (W1 / M1) >>(W /M) , sehingga didapat :
X1 = (W1. M) / (W.M1) dan ΔTf = (1000 / kf) / M1 x (W1 /W)
Rumus untuk menghitung harga kf adalah :
kf = (W.M1 ΔTf) / (1000W1)
sedangkan runus untuk menghitung BM zat terlarurt :
M1 = (1000 kf )/ ΔTf x (W1/W)
(Tim kimia fisik, 2011).
4.2          Pembahasan
Larutan mempunyai sifat-sifat yang berbeda dari pelarutnya. Salah satu sifat penting dari suatu larutan adalah penurunan titik beku. Titik beku adalah temperatur tetap dimana suatu zat tepat mengalami perubahan wujud dari cair ke padat. Setiap zat yang mengalami pembekuan memiliki tekanan 1 atm. Penambahan zat terlarut nonvolatil ke dalam suatu pelarut menyebabkan terjadinya penurunan titik beku. Keberadaan partikel-partikel zat pelarut mengalami proses pengaturan molekul-molekul dalam pembentukan susunan kristal padat, sehingga diperlukan suhu yang lebih rendah untuk mencapai susunan kristal padat dari fasa cairnya. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya penurunan titik beku suatu larutan yang keadaannya ditambahkan zat terlarut.
Percobaan penentuan titik beku larutan dilakukan untuk menentukan harga tetapan penurunan titik beku ( Kf ) suatu pelarut murni dam menentukan berat molekul zat X. Asam cuka glasial yang digunakan sebagai pelarut murni akan membeku dan zat terlarut seperti naftalen dan zat X tidak akan membeku ketika larutan tersebut mengalami pembekuan.

4.2.1      Fungsi garam dan air dalam tabung D
Garam berfungsi sebagai penurun titik beku air, air yang awalnya berupa es akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan titik beku air murni. Fungsi garam bukan agar air tetap menjadi es, tetapi es akan mencair namun suhu yang dimiliki lebih rendah. Beaker glass yang berisikan air ini berfungsi untuk mencegah agar proses pendinginan berjalan terlalu cepat.

4.2.2      Data yang dihasilkan
Naftalen adalah zat non volatil yang berfungsi menurunkan energi bebas dari pelarut sehingga kemampuan pelarut untuk berubah menjadi fase uapnya akan menurun pula, oleh karena itu tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih rendah bila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni. Penurunan tekanan uap sebanding dengan penurunan titik beku. Jadi jika tekanan uapnya turun maka perubahan titik beku juga akan turun, begitu pun sebaliknya. Titik beku mengalami penurunan setelah ditambahkan naftalen dapat dibuktikan melalui data yang diperoleh dari hasil percobaan, pada menit ketiga titik beku menurun drastis yaitu awalnya dari 18oC menjadi 16oC, penurunan suhu setelah ditambah naftalen pada menit yang ketiga adalah dari 11oC menjadi 10 oC dan ketika ditambahkan zat X terjadi penurunan suhu dari 11oC menjadi 9oC. Sehingga dapat disimpulkan bahwa zat X juga berfungsi sebagai penurun titik beku larutan. Perbedaan suhu yang didapat dari menit pertama kurang sesuai menurut literatur suhu larutan asam cuka glasial ditambah naftalen dan larutan campuran dari asam cuka glasial, naftalen dan zat X lebih rendah dibanding suhu asam cuka glasial murni. Hal tersebut dapat terjadi kemungkinan disebabkan dari pengaruh pengadukan yang tidak konstan, karena kekuatan pengadukan yang diberikan pada larutan berbeda maka peningkatan suhu yang terjadi pada larutan pun berbeda.
Hasil pengamatan tentang penurunan titik beku larutan, diperoleh titik beku asam asetat glasial atau asam cuka ini adalah 3K, dan Kf dari asam asetat glasial itu sendiri adalah 4,2 KKg/mol. Harga Kf asam asetat glasial yang diperoleh pada praktikum kali ini sedikit berbeda dengan Kf asam asetat secara teori, dimana harga Kf asam asetat secara teori adalah 3,9 KKg/mol. Berat molekul dari zat X ini adalam 133.6 g/mol, hasil ini jauh berbeda dengan literatur, sebab zat yang digunakan adalah NaCl yang memiliki berat molekul 58,5g/mol. Perbedaan ini bisa saja disebabkan oleh human error ataupun dari bahan yang digunakan mungkin telah terkontaminasi, sehingga sulit didapat hasil yang sesuai dengan literatur.

4.2.3      Grafik hasil percobaan
a.            Grafik asam cuka glasial

Nilai regresi dari grafik adalah 0,9337. Hal ini menunjukkan bahwa grafik yang didapatkan hampir mendekati linier. Penurunan suhu terjadi setiap menitnya, namun penurunan yang cukup drastis pada menit ke-6 dan diperoleh suhu dalam keadaan konstan saat menit ke-7 hingga ke-9. Suhu inilah yang digunakan sebagai titik beku dari asam cuka glasial.
b.            Grafik asam cuka + naftalen

Nilai regresi dari grafik adalah 0,748. Hal ini menunjukkan bahwa grafik yang didapatkan kurva yang kurang linier. Terjadi penurunan yang tajam pada menit kedua, hal ini karena pengaruh naftalen sebagai penurun titik beku. menit ke-6 dan diperoleh suhu dalam keadaan konstan saat menit ke-7 hingga ke-9. Suhu inilah yang digunakan sebagai titik beku dari larutan asam cuka glacial dan naftalen.
c.             Grafik asam cuka + naftalen + zat X

Nilai regresi dari grafik adalah 0,760. Hal ini menunjukkan bahwa grafik yang didapatkan kurva yang kurang linier. Terjadi penurunan yang tajam pada menit kedua, hal ini karena pengaruh naftalen dan zat X dalam larutan asam asetat glasial yang berperan sebagai penurun titik beku. menit ke-6 dan diperoleh suhu dalam keadaan konstan saat menit ke-7 hingga ke-9. Suhu inilah yang digunakan sebagai titik beku dari larutan asam cuka glasial, naftalen dan zat X.

Bab 5 Penutup

5.1          Kesimpulan
1.            Garam berfungsi sebagai penurun titik beku air.
2.            Air yang berada di beaker glass D berfungsi untuk memperlambat proses pendinginan.
3.            Naftalen merupakan zat non volatil yang berfungsi sebagai penurun titik beku.
4.            Kf asam asetat sebesar 4,20 g mol-1K.
5.            Berat molekul zat X sebesar 133,6 g/mol.
6.            Titik beku suatu larutan lebih rendah dari pada titik beku pelarut murni.

5.2          Saran
1.            Seharusnya praktikan menguasai materi praktikum sebelum melakukan percobaan.
2.            Ketelitian dan kecermatan sangat berpengaruh terhadap hasil pengamatan.
3.            Kebersihan alat menjadi faktor penting dalam mendapatkan data yang lebih akurat.

Daftar Pustaka

Achmad, Hiskia. 1996. Kimia Larutan. Bandung : PT Citra Aditya Bhakti.
Anonim. 2011. Air .http://id.wikipedia.org.wiki/Air, diakses April 2011.
Anonim. 2011.Asam asetat .http://id.wikipedia.org.wiki/Asam_Asetat, diakses April 2011.
Anonim. 2011.Naftalen .http://id.wikipedia.org.wiki/Naftalen, diakses April 2011.
Anonim. 2011. Natrium Klorida. http://id.wikipedia.org.wiki/Natrium_Chloride, diaksesApril 2011.
Bird, Tony. 1993. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Soekardjo. 1989. Kimia Fisik. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Tim Penyusun. 2009. Penuntun Praktikum Kesetimbangan dan Dinamika Kimia. Jember : Laboratorium Kimia Fisika FMIPA UNEJ.http://reagenfuad.blogspot.com/2011/12/iupac.html

Artikel Lainnya

0 saran:

Posting Komentar