BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dikehidupan sehari-hari kita mengenal dua materi yaitu materi murni dan materi campuran. Jarang sekali kita temukan materi murni di alam dan di lingkungan sekitar kita. Kebanyakan dari materi-materi tersebut tersusun atas campuran-campuran dari suatu zat. Campuran ada yang homogen dan ada pula yang heterogen. Kesetimbangan kimia, juga mengenal adanya campuran biner, yaitu suatu campuran yang terdiri dari dua macam zat.
Kita pernah mengenal tekanan parsial gas dalam campuran gas, yaitu kontribusi satu komponen dalam campuran gas terhadap tekanan totalnya. Sekarang dalam campuran cair-cair atau larutan-larutan tentunya juga ada sifat-sifat parsial lain sifat-sifat ini yang membantu kita dalam menjelaskan bagaimana komposisi dari suatu campuran dan bisa pula digunakan untuk menganalisis sifat-sifatnya. Sifat parsial lain yang paling mudah digambarkan adalah volume molar gas. Mempelajari volume molar gas secara lebih lanjut, nantinya kita akan mampu menentukan seberapa banyak zat A atau zat B yang ada dalam suatu campuran. Oleh karena itu untuk mengetahuinya maka dilakukan percobaan “Volum Molal Parsial” ini.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana cara menentukan volum molal parsial komponen larutan ?
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1 MSDS
2.1.1 Natrium Klorida
Sifat fisik NaCl (Natrium Chlorida):
Berbentuk kristal
Tidak berwarna
Higroskopis
Sedikit larut dalam alkohol dan larut dalam air dan gliserol (Sarjoni, 2003:20 ).
Memiliki berat molekul 58,44
Berbentuk padatan putih dengan struktur bongkahan Kristal
Titik lelehnya 800,6oC
Titik didihnya 1,413oC
(Ensiklopedi nasional Indonesia, 1990:47).
2.1.2 Aquades
Aquades disebut juga Aqua Purificata (air murni) H2O dengan. Air murni adalah air yang dimurnikan dari destilasi. Satu molekul air memiliki dua hidrogen atom kovalen terikat untuk satu oksigen.
Sifat fisik dan kimia :
Penampilan: cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
Berat molekul : 18,0
PH : antara 5-7
Rumus kimia : H2O
Berbentuk cair
Tidak berwarna
Tidak berbau
Tidak mempunyai rasa
Titik didih 1000C
Titik beku 00C
Bentuk alltropnya adalah es (padat) dan uap (gas)
Elektrolit lemah
Terionisasi menjadi H3O+ dan OH-.
Air dihasilkan dari pengoksidasian hidrogen dan banyak digunakan sebagai bahan pelarut bagi kebanyakan senyawa dan sumber listrik (Sarjoni,2003:241).
2.2 Volum molal parsial
Molal atau molalita didefinisikan sebagai jumlah mol solute per kg solven. Berarti merupakan perbandingan antara jumlah mol solute denganmassasolven dalam kilogram.
Molal =
Jadi, jika ada larutan 1,00 molal maka mengandung 1,00 mol solute tiap 1,00 kg solven (Brady,1990:592).
Volum molar parsial adalah kontribusi pada volum, dai satu komponen dalam sample terhadap volum total. Volum molar parsial komponen suatu campurn berubah-ubah tergantung pada komposisi, karena lingkungan setiap jenis molekul berubah jika komposisinya berubah dari a murni ke b murni. Perubahan lingkungan molekuler dan perubahan gay-gaya yang bekerja antara molekul inilah yang menghsilkan variasi sifat termodinamika campuran jika komposisinya berubah (Atkins, 1993:170)
Termodinamika terdapat 2 macam larutan, yaitu larutan ideal dan larutan tidak ideal. Suatu larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut mengikuti hukum Raoult pada seluruh kisaran komposisi dari system tersebut. Untuk larutan tidak ideal, dibagi menjadi 2 yaitu:
Besaran molal parsial, misalnya volume molal parsial dan entalpi
Aktivitas dan koefisien aktifitas.
Secara matematik sifat molal parsial didefinisikan sebagai:
Dimana, adalah sifat molal parsial dari komponen ke-i. Secara fisik berarti kenaikan dalam besaran termodinamik J yang diamati bila satu mol senyawa I ditambahkan ke suatu sistem yang besar sehingga komposisinya tetap konstan (Dogra,1990:580).
Ada3 sifat termodinamik molal parsial utama, yakni: (i) volume molal parsial dari komponen-komponen dalam larutan, (ii) entalpi molal parsial dan (iii) energi bebas molal parsial. Satu hal yang harus diingat adalah bahwa sifat molal parsial dari suatu komponen dalam suatu larutan dan sifat molal untuk senyawa murni adalah sama jika larutan tersebut ideal (Dogra,1990:580).
Volume molal parsial sendiri, komponen pada sistem larutan dapat didefinisikan sebagai:
(1)
Dimana:
V = Volume n = Jumlah mol
T = Temperatur P = Tekanan
Volume larutan adalah fungsi temperatur, tekanan dan jumlah mol komponen yang dituliskan:
V = V (T,P,n, . . . .) (2)
Sehingga:
dV = (3)
Pada temperatur dan tekanan tetap, dengan menggunakan persamaan (1) dan (3) menjadi:
dV = + + …. (4)
Volume molal parsial adalah tetap pada kondisi komposisi temperatur dan tekanan tetap. Dari persamaan (4) pada kondisi tersebut memberikan persamaan:
V = (5)
Oleh karena …. = 0, maka volume V adalah nol, sehingga tetapan 0, maka persamaan 5 menjadi :
V = (6)
Deferensiasi dari persamaan (6) menghasilkan :
dV = + + + ….)
Jika digabung dengan persamaan (4) memberikan hasil (pada temperatur dan tekanan tetap) :
+ + …. = 0 (7)
Persamaan di atas adalah persamaan Gibbs-Duhem untuk volume.
Untuk sistem larutan biner, volume molal semu untuk zat larut didefinisikan sebagai :
Ǿ = (8)
Dengan adalah volume molal pelarut murni (Tim kimia fisika, 2011:8).
4.2 Pembahasan
Percobaan ini menggunakan bahan NaCl dan akuades, NaCl berfungsi sebagai zat terlarut dan akuades sebagai pelarut. NaCl digunakan karena merupakan larutan elekrolit kuat yang akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl- di dalam air dan mampu menyerap air tanpa adanya penambahan volume suatu larutan, sehingga disebut dengan volume molal parsial semu. Reaksi yang terjadi pada langkah ini adalah : NaCl Na+ + Cl-.
4.2.1 Pengertian volum molar parsial
Volume molal parsial merupakan volume dimana terdapat perbandingan antara pelarut dengan zat terlarut, yang ditentukan oleh banyaknya zat mol zat terlarut yang terdapat dalam 1000 gram pelarut.
4.2.2 Hubungan konsentrasi dengan volum molar parsial
Perbedaan konsentrasi larutan NaCl menghasilkan densitas yang berbeda-beda pula. Semakin tinggi konsentrasi larutan, densitasnya juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi suatu larutan, menunjukkan jumlah partikel dalam larutan tersebut semakin banyak. Dengan kata lain, konsentrasi suatu larutan berbanding lurus dengan densitas larutan.
Volume molal parsial sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dari larutan tersebut. Semakin tinggi konsentrasinya maka volume molal parsialnya semakin tinggi pula atau dengan kata lain berbanding terbalik. Volume molal dari suatu komponen larutan dapat diukur dengan membagi volume total dari larutan dengan jumlah mol komponen larutannya.
Persamaan di atas menunjukkan bahwa hubungan antara volume molal parsial dengan molaritas adalah berbanding terbalik.
Konsentrasi suatu zat sangat berpengaruh terhadap berat piknometer yang nantinya akan ditimbang. Semakin tinggi konsentrasinya maka semakin berat pula piknometer tersebut. Hal ini dapat terjadi karena penyusun dari larutan NaCl yang konsentrasinya besar lebih banyak mengandung zat NaCl daripada air sehingga beratnya menjadi lebih besar, yang kita ketahui bersama bahwa NaCl adalah suatu padatan yang dibuat menjadi larutan, Na Cl memiliki berat molekul yang lebih tinggi daripada air (pelarutnya).
Pada penimbangan piknometer, dilakukan dari larutan yang konsentrasinya kecil ke yang konsentrasinya besar. Hal ini dilakukan agar nantinya berat yang ditimbang untuk yang konsentrasinya kecil tidak dipengaruhi oleh yang konsentrasinya besar. Konsentrasi yang besar dapat mempengaruhi konsentrasi yang kecil berubah menjadi agak besar pula walaupun tidak sama. Tetapi yang konsentrasinya kecil tidak mempengaruhi konsentrasi yang besar. Hal ini dilakukan karena piknometer yang digunakan hanya 1 buah, jadi menghindari terjadinya kesalahan yang besar pada percobaan.
4.2.3 Perbedaan temperatur untuk setiap konsentrasi.
Suhu dan konsentrasi larutan berbanding lurus, jika konsentrasinya tinggi maka suhu larutan juga tinggi, begitu pula sebaliknya. Hal itu sering dijumpai ketika suatu larutan pekat memiliki suhu yang lebih tinggi disbanding hasil pengencerannya. Namun hasil percobaan, didapatkan suhu yang rendah saat konsentrasinya tinggi, yaitu 28,9°C pada konsentrasi 3 M, 29,6°C pada konsentrasi 1.5 M, 29.6°C pada konsentrasi 0. 75 M, 29,7°C pada konsentrasi 0.375 M, 30,05°C pada konsentrasi 0.185 M. Hal itu disebabkan karena banyak factor, misalnya pengaruh udara dalam piknometer saat di timbang, kesalahan praktikan saat melakukan percobaan, serta karena alat yang fungsinya tidak optimal lagi.
4.2.4 Sifat termodinamika molal parsial
Ada tiga sifat termodinamik molal parsial utama, yakni : (1) volume molal parsial dari komponen-komponen dalam larutan, (2) entalpi molal parsial (juga disebut sebagai panas diferensial larutan) dan (3) energi bebas molal parsial (disebut potensial kimia).
BAB 5 Penutup
3.1 Kesimpulan
Volume molal parsial adalah volume dimana terdapat perbandingan antara pelarut (solven) dengan zat terlarut (solute).
Konsentrasi berbanding lurus dengan volum molal parsial.
Semakin besar konsentrasi, maka semakin tinggi suhunya. Begitu pula sebaliknya.
3.2 Saran
Seharusnya praktikan menguasai materi praktikum sebelum melakukan percobaan.
Ketelitian dan kecermatan sangat berpengaruh terhadap hasil pengamatan.
Kebersihan alat menjadi faktor penting dalam mendapatkan data yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. aquades. http://id.wikipedia.org.wiki/Aseton, diakses tanggal 15 Maret 2011.
Anonim. 2011Natrium klorida. http://id.wikipedia.org.wiki/klorofom, diakses tanggal 15 Maret 2011.
Bird, Tony. 1993. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Dogra, SK. 1990. Kimia Fisik dan soal – soal. Jakarta : Universitas Indonesia.
Soekardjo. 1989. Kimia Fisik. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Nasional, Ensiklopedia. 1988. A- Amy jilid 1. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka.
Sardjoni.2003. Kamus Kimia. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Tim Penyusun. 2011. Penuntun Praktikum Kesetimbangan dan Dinamika Kimia. Jember : Laboratorium Kimia Fisika FMIPA UNEJ.
tolong diperjelas rumusnya, gak keliatan
BalasHapus